Tinjauan Pustaka Sedimen dan Batuan Sedimen
Sedimen dan
Batuan Sedimen
Sedimen adalah setiap
partikel yang dapat ditransport oleh
aliran fluida yang
kemudian diendapkan sebagai sedimen. Pada umumnya, sedimen diangkut dan
dipindahkan oleh air (proses fluvial), oleh angin (proses aeolian) dan oleh es
(glacier). Endapan pasir pantai dan endapan pada saluran sungai adalah
contoh-contoh dari pengangkutan dan pengendapan fluvial, meskipun sedimen dapat
juga mengendap pada aliran yang sangat lambat atau pada air yang relatif diam
seperti di danau atau di lautan. Endapan “sand
dunes” dan endapan “loess” yang
terdapat di gurun merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan yang
disebabkan oleh proses angin, sedangkan endapan “moraine” yang terdapat di daerah yang beriklim dingin merupakan
contoh dari pengangkutan dan pengendapan proses gletser.
Sedimen merupakan bahan atau partikel yang terdapat di
permukaan bumi (di daratan ataupun lautan), yang telah mengalami proses
pengangkutan (transportasi) dari satu tempat (kawasan) ke tempat lainnya. Sedimen
ini apabila mengeras (membatu) akan menjadi batuan sedimen. Ilmu yang
mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Faktor-faktor yang
mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga
susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan
sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi. Sedimen dapat terangkut
baik oleh air, angin, dan bahkan salju/gletser. Mekanisme pengangkutan sedimen
oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif
lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya
sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh
angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah
sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka
sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju
atmosfer.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat
yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan
terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya
dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen
tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan,
maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin
dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan
sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan
kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti
adanya patahan.
Sedimen
dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu:
1. Suspension: ini umumnya
terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung)
sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.
2.
Bed load: ini terjadi
pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal,
bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi
memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran
pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inersia butiran
pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa
menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan
lainnya.
3.
Saltation yang dalam
bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir
dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir
sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen
pasir tersebut ke dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup
besar dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh
atau mungkin tertahan akibat gaya grafitasi yang ada. Setelah itu proses
sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut
menjadi suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah
lumpur, pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan
sedimen apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan
sedimen melalui proses pengerasan atau pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan
proses pemadatan (compaction), sementasi (cementation) dan diagenesa dan
lithifikasi. Ciri-ciri batuan sedimen adalah: 1). Berlapis (stratification); 2)
Umumnya mengandung fosil; 3) Memiliki struktur sedimen; dan 4). Tersusun dari
fragmen butiran hasil transportasi.
Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan
dua cara, yaitu:
1.
Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan
atau dengan kata lain tidak mengalami proses pengangkutan. Sedimen ini dikenal
sebagai sedimen autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok batuan autochhonous
antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan batugamping.
2.
Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau
dengan kata lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan
diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen allochthonous.
Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah Batupasir, Konglomerat, Breksi,
Batuan Epiklastik.
3.5.1. Klasifikasi batuan sedimen
Sedimen
dapat diklasifikasikan berdasarkan atas ukuran
butir dan atau komposisinya.
1. Ukuran Butir
Ukuran butir atau ukuran partikel diukur dengan mengacu pada
diameter dari butiran material, seperti sedimen atau partikel yang telah
mengalami pembatuan pada batuan klastik. Material yang berbutir dapat berukuran
mulai dari ukuran koloid, lempung, lanau, pasir, kerakal hingga bongkah
(boulder). Sebaliknya, ukuran kristal adalah ukuran dari satu Kristal,
sedangkan didalam butiran dapat tersusun dari beberapa kristal. Ukuran butir
sedimen diukur berdasarkan atas 2 skala logaritma, yang dikenal dengan skala
"Phi", dimana ukuran partikel dibagi mulai dari "colloid"
hingga "boulder". Skala Wentworth dipakai di Amerika Serikat, dimana
ukuran butir diukur dengan satuan inci. Modifikasi dari
skala Wentworth dibuat oleh W.C Krumbein, yaitu dengan nama skala phi, yaitu
suatu skala logaritma yang didasarkan atas rumus :
D
=
D02 − φ
dimana:
D = adalah diameter partikel
D0
=
adalah suatu diameter rujukan yang setara dengan 1 mm
φ = adalah
skala phi
Tabel 3.1 dibawah memperlihatkan hubungan antara skala “Phi”
dengan ukuran butir dalam metrik dan kelas agregat menurut Wentworth sebagai
berikut:
Tabel 3-6 | Kesebandingan antara Skala Φ dalam satuan | |||||
metrik, inci dan kelas agregat Wentworth. | ||||||
Skala φ | Ukuran Partikel | Kelas Agregat | ||||
(metrik) | (Wentworth) | |||||
< -8 | > 256 mm | Boulder | ||||
-6 to -8 | 64–256 mm | Cobble | ||||
-5 to -6 | 32–64 mm | Very coarse gravel | ||||
-4 to -5 | 16–32 mm | Coarse gravel | ||||
-3 to -4 | 8–16 mm | Medium gravel | ||||
-2 to -3 | 4–8 mm | Fine gravel | ||||
-1 to -2 | 2–4 mm | Very fine gravel | ||||
0 to -1 | 1–2 mm | Very coarse sand | ||||
1 to 0 | 0.5–1 mm | Coarse sand | ||||
2 to 1 | 0.25–0.5 mm | Medium sand | ||||
3 to 2 | 125–250 µm | Fine sand | ||||
4 to 3 | 62.5–125 µm | Very fine sand | ||||
8 to 4 | 3.9–62.5 µm | Silt | ||||
> 8 | < 3.9 µm | Clay | ||||
>10 | < 0.1 µm | Colloid | ||||
2. Komposisi
Pada dasarnya, komposisi sedimen dapat diketahui dari
litologi batuan asalnya, komposisi mineral dan susunan kimiawinya. Kondisi ini
menjadikan lempung dapat bermakna dua, yaitu disatu sisi lempung dipakai
sebagai ukuran besar butir dan disisi lain digunakan sebagai komposisi mineral
penyusun batuan.
3.5.2. Pengangkutan Sedimen
1.
Pergerakan Partikel. Sedimen dapat
terangkut oleh kekuatan dari alirannya dan hal ini sangat tergantung pada ukuran butir, volume, densitas dan
bentuknya. Aliran air yang lebih kuat akan meningkatkan dalam mengangkat dan
menyeret partikel partikel sehingga menyebabkan partikel-partikel terangkat
terutama partikel yang ukurannya lebih besar dan lebih berat dan terangkut
mengikuti gerakan aliran. Kekuatan aliran akan meningkatkan daya angkat dan
daya dorong terhadap partikel partikel yang dapat mengakibatkan
partikel-partikel tersebut terangkat, sedangkan partikel yang lebih besar atau
partikel yang lebih berat akan terlihat seperti bergerak kearah bagian bawah
disepanjang aliran.
Sungai dan saluran air mengangkut sedimen didalam alirannya.
Sedimen ini dapat berada di berbagai lokasi dimana aliran tersebut berada,
pengangkutan sedimen sangat tergantung pada keseimbangan antara kecepatan
pergangkatan partikel-partikel (daya angkat dan daya seret), dan
kecepatan pengendapan (settling) dari partikel-partikel sedimen yang
diangkutnya. Hubungan keseimbangan ini dikenal sebagai bilangan Rouse, yaitu perbandingan
antara kecepatan pengendapan dengan kecepatan pengangkatan. Bilangan Rouse
adalah suatu bilangan non-dimensional yang ada didalam suatu aliran fluida yang
bergerak (dinamis), dan Bilangan Rouse dipakai untuk menentukan bagaimana
sedimen dapat ditransport di dalam suatu aliran fluida. Perbandingan antara
kecepatan pengendapan (ws ) dan
kecepatan pengangkatan butiran sebagai hasil dari konstanta von Kármán (κ) dan
kecepatan gerusan (u * ).
Kecepatan Pemadatan | ws | |||||
Rouse =------------------------------------------------------------------- | = ---------- | |||||
κ u * | ||||||
dimana : | ||||||
ws adalah kecepatan penurunan partikel | ||||||
κ adalah konstanta von Karman | ||||||
u * adalah kecepatan geser (shear velocity) |
Bentuk Pengangkutan Sedimen | Bilangan Rouse | |||
Bed load | > 2.5 | |||
Suspended load: 50% Suspended | >1.2 <2.5 | |||
Suspended load: 100% Suspended | >0.8 <1.2 | |||
Wash load | < 0.8 |
Apabila kecepatan gerakan partikel keatas hampir sama dengan
kecepatan pengendapan, maka sedimen akan terangkut kearah hilir sungai sebagai
“suspended load”. Jika kecepatan
dari gerakan partikel keatas lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan
pengendapan (pemadatan), akan tetapi masih cukup kuat untuk sedimen berpindah,
maka partikel akan berpindah disepanjang lapisan sebagai “bed load” yaitu dengan cara menggelinding, meluncur dan saltasi
(meloncat masuk kedalam aliran, sehingga terangkut pada jarak dekat kemudian
mengendap kembali). Jika kecepatan gerakan keatas lebih besar dibandingkan
dengan kecepatan pengendapan, sedimen akan tertransport dalam aliran sebagai wash load. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ukuran partikel yang berbeda beda dapat berpindah disetiap
lokasi dimana air mengalir.
Gambar
3-19 Sifat pergerakan partikel partikel dalam media air, pada
partikel lempung dan lanau (suspended-load) serta partikel pasir dan kerikil
(bed-load): menggelinding, meluncur, saltasi
2.
Pembentukan perlapisan
sungai (Fluvial bedforms). Pergerakan sedimen dapat membentuk
struktur yang teratur dengan sendirinya seperti struktur-struktur riak
(ripple), gumuk (dunes), antidunes pada sungai atau perlapisan sungai. Bentuk
perlapisan seringkali terawetkan dalam batuan sedimen dan dapat dipakai untuk
memperkirakan arah dan besarnya aliran saat sedimen diendapkan. Bentuk lapisan
(bedform) adalah kenampakan suatu endapan diatas lapisan suatu sungai (proses
fluviatil) atau masa aliran air yang terbentuk oleh perpindahan dari material
yang disebabkan oleh aliran. Bentuk lapisan dicirikan oleh parameter aliran dan
terutama terhadap kedalaman aliran dan kecepatan, yang dinyatakan sebaga
bilangan Froude.
3.
Pembentukan perlapisan
Vs Aliran. Jenis jenis keseragaman arah dari bentuk perlapisan dapat merepresentasikan dari kecepatan aliran, anggapan
bahwa jenis-jenis sedimen (pasir dan lanau) dan kedalaman air, diperlihatkan dalam
tabel dibawah dan dapat dipakai untuk menafsirkan lingkungan pengendapan
seiring dengan meningkatnya kecepatan aliran. Tabel dibawah dapat dipakai
secara umum, karena perubahan didalam ukuran butir dan kedalaman aliran dapat
merubah bentuk lapisan dalam skenario tertentu. Lingkungan dua arah seperti
tidal flat (dataran pasang surut) akan menghasilkan bentuk lapisan yang sama,
tetapi hasil kerja sedimen dan arah yang berlawanan dari struktur aliran yang
komplek.
Tabel 3-7 Regim
Aliran, Bentuk Lapisan dan Potensi Terawetkan
Regim | Bentuk Lapisan | Potensi | Identifikasi | ||||||||
Aliran | Terawetkan | ||||||||||
Lapisan bidang | Tinggi | Laminasi datar, hampir tidak ada arus | |||||||||
bawah | |||||||||||
Bawah | riak gelombang | Tinggi | Kecil, skala undulasi dalam cm. | ||||||||
(Ripple marks) | |||||||||||
Gelombang pasir | Rendah sampai | Jarang, gelombang lebih panjang dibandingkan | |||||||||
(Sand waves) | sedang | dengan gelembur gelombang ripples | |||||||||
Dunes/Megaripples | Rendah | Besar, gelembur gelombang dalam skala meter | |||||||||
Lapisan bidang | Laminasi datar, +/- penjajaran butiran (sebagian | ||||||||||
atas | Tinggi | laminasi) | |||||||||
Atas | Fasa air berbentuk lapisan, sudut rendah, | ||||||||||
Antidunes | Rendah | laminasi bersifat lentur | |||||||||
Pool and chute | Sangat Rendah | Hampir semuanya ter erosi |
3.5.3. Aliran permukaan (Surface runoff)
Aliran yang mengalir didaratan dapat mengerosi
partikel-partikel tanah dan mengangkutnya kebagian bawah lereng. Erosi yang
terjadi pada aliran yang mengalir di daratan kemungkinan terjadi secara berbeda-beda
melalui cara/metoda yang berbeda tergantung pada iklim dan kondisi alirannya.
1.
Erosi “rainsplash” akan terjadi sebagai dampak awal dari
jatuhnya butiran-butiran air hujan yang mengenai permukaan tanah.
2.
Erosi berlembar “sheet erosion” akan terjadi apabila air
mengalir di daratan dan secara langsung juga berperan sebagai pembawa sedimen
tetapi aliran ini tidak akan membentuk “gullies”.
3.
Erosi “gully” akan terjadi apabila aliran yang membawa
material sedimen mengalir dalam suatu saluran.
Batuan sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan melalui
air, angin, gayaberat, atau es/glasial yang mengalir membawa partikel-partikel
dalam bentuk suspensi. Sedimen sedimen ini seringkali berasal dari proses
pelapukan dan erosi hasil penghancuran batuan menjadi partikel-partikel lepas.
Partikel-partikel ini kemudian diangkut dari sumbernya ketempat tempat
pengendapannya. Jenis sedimen yang terangkut kesuatu tempat tergantung pada
kondisi geologi yang ada di daerah sumber sedimennya. Beberapa batuan sedimen,
seperti batuan evaporit, tersusun dari material yang berasal dimana sedimen
diendapkan. Batuan sedimen secara alami tidak hanya tergantung pada pasokan
sedimen, tetapi juga pada lingkungan sedimen dimana sedimen terbentuk.
1. Lingkungan Pengendapan/Sedimentasi
Tempat dimana batuan sedimen terbentuk dikenal sebagai
lingkungan pengendapan. Setiap lingkungan pengendapan mempunyai karakteristik
masing-masing yang dipengaruhi oleh kombinasi antara proses proses geologi
dengan lingkungan sekitarnya. Jenis jenis sedimen yang diendapkan tidak hanya
tergantung pada sedimen yang diangkut akan tetapi juga tergantung pada
lingkungan dimana sedimen itu diendapkan.
Batuan yang diendapkan di dalam laut dikenal sebagai
lingkungan pengendapan laut. Seringkali lingkungan laut dibedakan antara
lingkungan pengendapan laut dangkal dan lingkungan pengendapan laut dalam.
Biasanya lingkungan pengendapan laut dalam berada pada kedalaman diatas 200
meter dibawah muka air laut, sedanghkan lingkungan pengendapan laut dangkal
berada pada garis pantai dan berlanjut hingga ke batas tepi benua. Pada
lingkungan ini biasanya air berada dalam kondisi energi yang lebih besar
dibandingkan dengan lingkungan laut dalam, karena aktifitas gelombang. Oleh
karena energi yang besar maka partikel partikel sedimen yang kasar dapat
diangkut sehingga endapan sedimennya dapat lebih kasar dibandingkan yang berada
di lingkungan laut dalam.
Ketika ketersedian sedimen di daratan diangkut kelingkungan
laut maka perselingan pasir, lempung dan lanau akan diendapkan. Apabila
daratannya berada jauh, maka jumlah sedimen yang diangkut kemungkinan hanya
sedikit dan proses biokimia akan mendominasi dari jenis batuan yang akan
terbentuk. Terutama di daerah yang beriklim hangat, pada lingkungan laut
dangkal yang jauh dari lepas pantai akan dijumpai endapan batuan karbonat. Air
yang hangat dan dangkal merupakan tempat yang ideal bagi habitat dari organisme
kecil yang membangun cangkangnya dengan karbonat. Ketika organisme ini mati
maka cangkangnya akan tenggelam kedasar laut membentuk lapisan lumpur karbonat
yang apabila mengalami pembatuan (litifikasi) akan berubah menjadi batugamping.
Lingkungan laut dangkal yang hangat juga merupakan tempat ideal bagi terumbu
karang dan apabila mati dan mengendap akan berubah menjadi sedimen yang kaya
akan cangkang dari organisme besar.
Pada lingkungan laut dalam, arus air biasanya kecil. Hanya
partikel-partikel halus yang dapat diangkut ke tempat semacam ini. Jenis
sedimen yang diendapkan didasar laut adalah lempung atau cangkang-cangkang
kecil dari mikro-organisme. Pada kedalaman 4 kilometer dibawah laut,
solubilitas dari karbonat meningkat secara signifikan. Sedimen karbonat yang
tenggelam pada kedalaman ini tidak akan membentuk batugamping. Cangkang
cangkang mikro-organisme membentuk silika, seperti radiolarite. Apabila dasar
dari lautannya membentuk sudut, seperti di lereng benua, maka sedimen yang
berada pada lereng benua dapat mengalami longsoran kearah bagian dasar samudra
membentuk arus turbidit. Sekuen dari batuan sedimen yang terbentuk oleh arus
turbidit disebut sebagai endapan turbidit.
Pantai adalah suatu lingkungan yang didominasi oleh kerja
gelombang. Di pantai, pengendapan umumnya didominasi oleh sedimen berbutir
kasar seperti pasir, kerikil dan sering bercampur dengan fragmen frgamen
cangkang. Daerah pasangsurut merupakan tempat dimana kadang -
kadang kering dan kadang-kadang berair sebagai akibat dari pasangsurut air
laut. Daerah ini seringkali terpotong oleh alur-alur, ketika arus sangat kuat
dan ukuran butiran dari endapan sedimen sangat luas. Aliran sungai yang masuk
kelaut akan mengendapkan sedimen disekitar pantai membentuk endapan delta.
Dengan demikian endapan delta didominasi oleh sedimen klastik.
Batuan sedimen yang terbentuk di daratan dikenal dengan
lingkungan pengendapan daratan (benua). Contoh dari lingkungan pengendapan
benua adalah laguna, danau, dataran banjir, dan kipas aluvial sungai. Pada air
yang tenang didaerah rawa, danau, dan laguna endapan sedimen umumnya berbutir
halus biasanya bercampur dengan material organik yang berasal dari tanaman atau
binatang yang telah mati. Disamping pengangkutan oleh air, sedimen di daratan
dapat diangkut oleh angin atau glasial. Sedimen yang diangkut oleh angin
umumnya pemilahannya baik sedangkan yang diangkut oleh es dicirikan oleh
pemilahan yang buruk.
2. Cekungan Sedimentasi
Cekungan sedimentasi adalah suatu tempat yang sangat luas
dimana sedimen terakumulasi. Jumlah sedimen yang dapat diendapkan dalam suatu cekungan
sangat tergantung pada kedalaman cekungan tersebut, dan tempat ini disebut juga
sebagai ruang akomodasi sedimen. Kedalaman, bentuk dan ukuran suatu cekungan
ditentukan oleh posisi tektoniknya. Apabila litosfir bergerak kearah atas
(tectonic uplift) maka daratan akan naik melewati ketinggian muka air laut,
maka erosi akan mulai bekerja dan daerah tersebut akan menjadi sumber material
dari sedimen yang baru. Tempat tempat dimana litosfir bergerak turun, maka akan
terbentuk suatu cekungan dimana sedimentasi akan terjadi ditempat ini dan
ketika litosfir tetap mengalami penurunan, maka ruang akomodasi yang baru akan
terus terbentuk.
Pada dasarnya pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya
dengan batas-batas lempeng, yaitu pada batas lempeng divergen yaitu pembentukan
cekungan akibat berpisahnya 2 benua yang membentuk rift kemudian diisi oleh air
laut yang kemudian membentuk rift basin. Cekungan juga dapat terjadi apabila
sebagian litosfir terpanaskan dan kemudian mengalami pendinginan kembali
sehingga menyebabkan densitasnya meningkat yang menyebabkan amblesan isostatik
(isostatic subsidence). Apabila amblesan ini berlanjut maka akan terbentuk
cekungan yang dikenal dengan cekungan kantong (sag basin). Contoh cekungan
kantong adalah daerah tepi benua yang pasif, tetapi cekungan kantong dapat juga
dijumpai di bagian dalam benua. Total ketebalan sedimen yang dapat mengisi
cekungan kantong dapat mencapai 10 km.
Cekungan sedimen juga terjadi pada batas lempeng konvergen,
dimana kedua lempeng yang saling bertabrakan menghasilkan cekungan busur depan
(fore-arc basin) sebagai hasil pembubungan lempeng yang berbentuk cekungan
memanjang asimetri yang dalam. Cekungan busur muka diisi oleh endapan laut
dalam dengan sekuen turbidit yang tebal. Pengisian sedimen ini dikenal sebagai
flysch. Cekungan dapat terbentuk juga dibagian belakang dari busur gunungapi
yang dikenal sebagai cekungan belakang busur (back-arc basin). Cekungan
belakang busur biasanya diisi oleh sedimen laut dangkal dan molasse.
3. Pengaruh Siklus Astronomi
Dalam banyak kasus perubahan facies dan kenampakan sekuen
batuan dari suatu siklus batuan sedimen akan terlihat secara alami. Siklus ini
disebabkan oleh perubahan dalam pasokan sedimen dan lingkungan pengendapannya.
Kebanyakan dari perubahan siklus disebabkan oleh siklus astronomi. Siklus
astronomi yang pendek dapat terjadi antara pasangsurut atau pasang setiap 2
minggu. Dalam skala yang lebih besar, perubahan pada iklim dan muka air laut
yang disebabkan oleh berubahnya orientasi dan atau posisi rotasi bumi dan orbit
bumi mengelilingi matahari. Terdapat sejumlah siklus dari rotasi bumi yang
diketahui terakhir antara 10000 dan 200000 tahun. Perubahan
kecil dalam orientasi sumbu bumi atau lamanya musim merupakan faktor utama yang
berpengaruh terhadap perubahan iklim dimuka bumi. Sebagai contoh umur es 2,6
juta tahun yang lalu (Jaman Kuarter), diasumsikan sebagai pengaruh dari siklus
astronomi. Perubahan iklim dapat mempengaruhi kenaikan muka air laut dan akan
menambah ruang akomodasi pada cekungan sedimen serta pasokan sedimen dari
wilayah tertentu. Begitu juga, perubahan yang kecil dapat menyebabkan perubahan
yang besar dalam lingkungan pengendapan dan sedimentasi.
4. Kecepatan Sedimentasi
Pada hakekatnya kecepatan pengendapan sedimen berbeda beda
tergantung lokasi dimana sedimen itu diendapkan. Suatu saluran yang berada pada
dataran pasangsurut akan megendapkan sedimen dengan ketebalan hingga beberapa
meter dalam satu hari, sedangkan di dasar lautan yang sangat dalam setiap
tahunnya hanya beberapa milimeter saja sedimen yang terakumulasi. Suatu
perbedaan yang sangat jelas antara pengendapan yang normal dengan pengendapan
yang disebabkan oleh proses katatrofisme. Proses pengendapan katatrofis dapat
terjadi karena proses yang bersifat tiba-tiba seperti gerakan tanah (longsoran
tanah), luncuran batuan atau banjir bandang. Pada proses katatrofis dapat
disaksikan pengendapan dari sejumlah besar sedimen dan terjadi secara tiba-tiba
dalam satu satuan waktu yang cepat. Pada beberapa lingkungan pengendapan, kebanyakan
dari total kolom batuan sedimen yang terbentuk oleh proses katatrofis, meskipun
lingkungannya seringkali merupakan lingkungan yang tenang. Lingkungan
pengendapan yang lainnya adalah lingkungan pengendapan yang didominasi oleh
lingkungan yang normal serta pengendapan yang sedang berlangsung hingga saat
ini.
Pada beberapa lingkungan pengendapan, sedimentasi hanya
terjadi pada beberapa tempat. Sebagai contoh, di daerah gurun angin akan
mengendapkan material silisiklastik (lanau atau pasir) di beberapa lokasi
secara setempat setempat, atau banjir akibat katatrofis di suatu Wadi dapat
memperlihatkan pengendapan secara tiba-tiba dari sejumlah besar material
detritus, tetapi di kebanyakan tempat erosi yang didominasi oleh angin sangat
dominan. Jumlah batuan sedimen yang terbentuk tidak saja tergantung pada jumlah
material yang dipasok, tetapi juga tergantung pada bagaimana material
berkonsolidasi dengan baik. Kebanyakan endapan sedimen akan dengan cepat
terendapkan setelah pengendapan dipindahkan oleh proses erosi.
5. Diagenesa
Diagenesa adalah proses perubahan yang terjadi setelah
sedimen diendapkan. Proses ini melibatkan semua perubahan selama dan setelah
pembentukan menjadi suatu batuan dan proses pembentukan batuan dari sedimen
dikenal sebagai litifikasi. Diagenesa terjadi melalui proses kompaksi,
sementasi, rekristalisasi dan perubahan kimiawi dari sedimen. Kompaksi terjadi
sebagai akibat berat sedimen yang terakumulasi dan butiran-butiran mineral
secara bersamaan. Kompaksi akan mengurangi ruang pori dan menghilangkan
kandungan air yang terdapat didalamnya.
Gambar 3-20
Proses kompaksi dan sementasi dari sedimen lumpu
Istilah diagenesa dipakai untuk menjelaskan semua perubahan
kimia, fisika dan biologi termasuk sementasi yang terjadi pada sedimen setelah
sedimen diendapkan. Beberapa proses yang menyebabkan sedimen terkonsolidasi
yaitu menjadi kompak dan berbentuk padat. Batuan sedimen muda, terutama yang
berumur Kuarter seringkali dijumpai dalam kondisi tidak terkonsolidasi. Sebagai
endapan sedimen terbentuk karena tekanan litostatik meningkat dan terjadi
proses pembatuan / litifikasi.
Gambar
3-21 Butiran dan rongga pori (kiri atas); butiran dan semen
karbonat (kanan atas); fragmen pasir, lempung dan lanau dalam semen karbonat
Batuan sedimen seringkali jenuh oleh air laut atau air
bawahtanah, sehingga mineral-mineral dapat larut atau mengalami penguapan.
Penguapan mineral akan mengurangi ruang pori dalam batuan dan proses ini
disebut proses sementasi. Berkurangnya ruang pori mengakibatkan larutan fluida
keluar. Penguapan mineral mineral akan membentuk semen dan membuat batuan
bertambah kompak dan padat. Apabila pengendapan berlanjut, lapisan batuan yang
lebih tua akan semakin tertekan dan tekanan litostatik akan semakin meningkat
dikarenakan beban yang terus bertambah. Kompaksi merupakan contoh yang penting
dari proses diagenetik pada lempung, yang awalnya terdiri dari 60% air, selama
kompaksi air akan tertekan keluar dari batuan. Kompaksi dapat juga berpengaruh
pada proses kimiawi, seperti larutan yang tertekan akan menyebabkan material
masuk kedalam larutan pada tekanan yang tinggi.
Beberapa proses biokimiawi, seperti aktivitas bakteri dapat
berdampak pada mineral mineral dalam suatu batuan dan proses ini merupakan
bagian dari proses diagenesa. Jamur dan tumbuhan (melalui akarnya) serta
berbagai organisme lainnya yang hidup dibawah permukaan tanah dapat juga
berpengaruh pada proses diagenesa. Batuan yang tertekan karena pengendapan
terjadinya pengendapan yang terus menerus akan meningkatkan tekanan dan
temperatur yang dapat menstimulasi reaksi kimia. Sebagai contoh adalah reaksi
organik yang terjadi pada material/ bahan organik yang berubah menjadi lignit
atau batubara.
3.5.5. Sifat Sifat Batuan Sedimen
1. Perlapisan
Pada umumnya batuan sedimen dapat dikenali dengan mudah
dilapangan dengan adanya perlapisan. Perlapisan pada batuan sedimen klastik
disebabkan oleh (1) perbedaan besar butir, seperti misalnya antara batupasir
dan batulempung; (2) Perbedaan warna batuan, antara batupasir yang berwarna
abu-abu terang dengan batulempung yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping
itu, struktur sedimen juga menjadi penciri dari batuan sedimen, seperti
struktur silang siur atau struktur riak gelombang. Ciri lainnya adalah sifat
klastik, yaitu yang tersusun dari fragmen-fragmen lepas hasil pelapukan batuan
yang kemudian tersemenkan menjadi batuan sedimen klastik. Kandungan fosil juga
menjadi penciri dari batuan sedimen, mengingat fosil terbentuk sebagai akibat
dari organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut diendapkan.
Pada hakekatnya tekstur adalah hubungan antar butir /
mineral yang terdapat di dalam batuan. Tekstur yang terdapat dalam batuan
sedimen terdiri dari fragmen batuan / mineral dan matrik (masa dasar). Adapun
yang termasuk dalam tekstur pada batuan sedimen klastik terdiri dari: Besar
butir (grain size), Bentuk butir (grain shape), kemas (fabric), pemilahan
(sorting), sementasi, kesarangan (porosity), dan kelulusan (permeability).
1.
Besar Butir (Grain Size) adalah ukuran butir dari material
penyusun batuan sedimen diukur berdasarkan
klasifikasi Wenworth.
2.
Bentuk butir
(Grain
shape) pada sedimen klastik dibagi menjadi: Rounded (Membundar), Sub-rounded (Membundar-tanggung),
Sub-angular (Menyudut-tanggung), dan Angular (Menyudut). Kebundaran
(Sphericity): Selama proses pengangkutan (transportasi), memungkinan butiran
butiran partikel yang diangkut menjadi berkurang ukurannya oleh akibat abrasi.
Abrasi yang bersifat acak akan menghasilkan kebundaran yang teratur pada bagian
tepi butiran. Jadi, pembulatan butiran memberi kita petunjuk mengenai lamanya
waktu sedimen mengalami pengangkutan dalam siklus transportasi. Pembulatan
diklasifikasikan dengan persyaratan relatif juga
Gambar 3-22
Kebundaran (Sphericity) pada butiran partikel
sedimen
3.
Kemas
(Fabric) adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen batuan /
mineralnya. Kemas pada batuan
sedimen ada 2, yaitu : Kemas Terbuka, yaitu hubungan antara masa dasar dan
fragmen butiran yang kontras sehingga terlihat fragmen butiran mengambang
diatas masa dasar batuan. Kemas tertutup, yaitu hubungan antar fragmen butiran
yang relatif seragam, sehingga menyebabkan masa dasar tidak terlihat).
4.
Pemilahan
(sorting) adalah keseragaman ukuran butir dari fragmen penyusun
batuan. Pemilahan adalah tingkat
keseragaman ukuran butir. Partikel partikel menjadi terpilah atas dasar
densitasnya (beratjenisnya), karena energi dari media pengangkutan. Arus energi
yang tinggi dapat mengangkut fragment fragmen yang besar. Ketika energi
berkurang, partikel partikel yang lebih berat diendapkan dan fragmen fragmen
yang lebih ringan masih terangkut oleh media pengangkutnya. Hasil pemilahan ini
berhubungan dengan densitas. Apabila partikel partikel mempunyai densitas yang
sama, kemudian partikel-partikel yang lebih besar juga akan menjadi besar,
sehingga pemilahan akan terjadi berdasarkan ukuran butirnya. Klasifikasi
pemilahan ukuran butir didasarkan secara relatif, yaitu pemilahan baik hingga
pemilahan buruk. Pemilahan memberi kunci terhadap kondisi energi media
pengangkut dimana sedimen diendapkan.
Contoh:
Endapan pantai dan tiupan angin umumnya memperlihatkan pemilahan yang baik
dikarenakan energi media pengangkutan (kecepatan) pada umumnya tetap. Endapan
sungai umumnya terpilah buruk karena energi (kecepatan
alirannya) yang terdapat di sungai bervariasi tergantung posisi sungainya.
5.
Sementasi adalah bahan
pengikat antar butir dari fragmen penyusun batuan. Macam dari bahan semen pada batuan sedimen
klastik adalah : karbonat, silika, dan oksida besi.
6.
Kesarangan
(Porocity) adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada
pada batuan. Jenis porositas pada
batuan sedimen adalah Porositas Baik, Porositas Sedang, Porositas Buruk.
7.
Kelulusan
(Permeability) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat
meloloskan air. Jenis permeabilitas
pada batuan sedimen adalah permeabilitas baik, permeabilitas sedang,
permeabilitas buruk.
3. Mineralogi
Hampir semua batuan sedimen tersusun dari mineral kuarsa
(khususnya batuan silisiklastik) atau kalsit (khususnya batuan karbonat).
Berbeda dengan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen umumnya berisi
beberapa mineral-mineral utama yang berbeda. Meskipun demikian, asal dari
mineral-mineral yang terdapat dalam batuan sedimen seringkali lebih komplek
dibandingkan dengan mineral-mineral yang ada didalam batuan beku.
Mineral-mineral didalam batuan sedimen dapat berasal dari pengendapan selama
sedimentasi atau diagenesa.
Batuan karbonat umumnya didominasi dari mineral-mineral
karbonat seperti kalsit, aragonite atau dolomit. Semen dan fragmen klastik
termasuk fosil pada batuan karbonat dapat tersusun dari mineral karbonat.
Mineralogi dari batuan klastik ditentukan oleh pasokan material dari sumbernya,
pengangkutan ke tempat dimana material itu diendapkan serta kestabilan dari
mineral-mineralnya. Kestabilan dari mineral-mineral pembentuk batuan dapat
dilihat pada seri reaksi Bowen. Pada seri reaksi Bowen, mineral Kuarsa
merupakan mineral yang paling stabil terhadap pelapukan sedangkan kearah
mineral Olivine atau Ca-plagioklas merupakan mineral-mineral yang paling tidak stabil terhadap pelapukan. Banyaknya pelapukan
tergantung terutama pada jarak dari batuan sumbernya, ilklim dan waktu yang
diperlukan dalam pengangkutan sedimen. Kebanyakan batuan sedimen, mika,
feldspar dan sedikit mineral stabil akan bereaksi dengan mineral lempung
seperti kaolinite, illite atau smectite.
4.
Struktur Sedimen
·
Stratifikasi
dan Perlapisan
a)
Rithem
Layering (Ritme Perlapisan) – Perulangan perlapisan sejajar pada dasarnya dikarenakan sifat yang berbeda.
Kadang-kadang disebabkan oleh perubahan musim dalam pengendapan. Misalnya di
danau, sedimen kasar akan diendapkan pada musim panas dan sedimen halus
diendapkan pada musim dingin ketika permukaan danau membeku.
b)
Cross
Bedding (Silangsiur) – Sekumpulan
perlapisan yang saling miring satu sama lainnya.
Perlapisan cenderung miring kearah dimana angin atau air mengalir pada saat
pengendapan terjadi. Batas diantara sekelompok perlapisan umumnya diwakili oleh
bidang erosi. Sangat umum dijumpai sebagai endapan pantai, sebagai sand dunes
(gumuk pasir) dan endapan sediment sungai.
c.
Ripple Marks
– karakteristik dari endapan air
dangkal. Penyebabnya oleh gelombang atau
angin.
d.
Graded
Bedding (Perlapisan bersusun) – Terjadi sebagai akibat berkurangnya kecepatan arus, dimana partikel partikel yang lebih besar dan
berat akan mengendap paling awal diikuti kemudian oleh partikel-partikel yang
lebi kecil dan lebih ringan. Hasil pengendapannya akan memperlihatkan
perlapisan dengan ukuran butir yang menghalus kearah atas.
e.
Mud cracks – hasil dari pengeringan dari sedimen
yang basah di permukaan bumi. Rekahan
terbentuk oleh pengkerutan sedimen ketika sedimen mengering.
f.
Raindrop
Marks - Sumuran (Krater kecil) yang terbentuk oleh jatuhan air
hujan. Kehadirannya merupakan tanda
sedimen tersingkap ke permukaan bumi.
5.
Kandungan
Fossils –
sisa
sisa kehidupan organisme. Umumnya sangat penting sebagai indikator lingkungan pengendapan.
a.
Spesies yang berbeda umumnya hidup pada lingkungan tertentu.
b.
Fosil digunakan sebagai kunci untuk umur relatif dari
sedimen.
c.
Dapat juga berperan penting dalam indikator iklim purba.
6.
Warna
Sedimen – oksida besi dan sulfida selama terendapkan dengan material
organik akan memberikan warna gelap.
a.
Indikator pengendapan pada lingkungan reduksi.
3.5.6. Sistem Arus
Traksi pada Struktur Sedimen
Pengangkutan dan pengendapan sedimen dari daerah sumber ke
daerah pengendapannya tidaklah dikuasai oleh jenis-jenis mekanisme transport
tertentu, misal hanya arus traksi saja, akan tetapi selalu merupakan suatu sistem
dari berbagai mekanisme, bahkan bukan hanya bersifat mekanis, tetapi juga
bersifat kimiawi (Koesoemadinata, 1981). Beberapa sistem transportasi dan
sedimentasi:
a.
Sistem arus traksi dan suspensi.
b.
Sistem arus turbid dan pekat (density current).
c.
Sistem suspensi dan kimiawi.
Cara
pengendapannya sendiri menurut Rubey (1935), pertikel mengendap dari suatu
aliran berdasarkan dua hukum, yaitu:
a.
Hukum Stokes: Berat efektif suatu pola, hal ini berlaku
untuk material halus.
b.
Hukum Impact: Reaksi benturan terhadap medium, hal ini
berlaku untuk material kasar.
Dalam kenyataannya tiap-tiap hukum berlaku untuk besar butir
tertentu. Lebih kasar besar butir yang dimiliki maka hukum Impact akan berlaku,
sedang sebaliknya, makin halus besar butir yang ada maka hukum Stokes yang akan
berlaku. Selain itu juga sifat-sifat transport dan pengendapan lainnya akan
mengalami perubahan-perubahan, seperti: 1). Gerakan partikel/butir; 2).
Konsentrasi sedimen transport: 3). Kecepatan aliran dekat dasar; 4). Koefisien
kekasaran; 5). Struktur sedimen yang dibangun; 6). Kedalaman air; 7). Sifat
permukaan air; 8). Turbulensi.
A. Sistem Arus Traksi
Sebenarnya sistem ini terdiri dari 2 faktor, yaitu bed
load dan suspended load, dimana diendapkan dari sistem tersendiri. Cara
pengendapan bed load berhubungan erat dengan pembentukan struktur sedimen dan
aliran. Konsep yang ada pada dasarnya dalam berbagai kekuatan arus (stream
power) transport sedimen, pengendapan dan bentuk dasar (forms of bed
roughness), berubah-ubah dan memiliki karateristik tersendiri. Bentuk dasar
juga tergantung dari besar butir, 0,6 mm sebagai batas.
Arus traksi merupakan salah satu mekanika transportasi dan
pengendapan. Mekanika transport dan pengendapan sendiri memuat beberapa bagian,
antara lain:
a.
Muatan, yaitu
jumlah total sedimen yang diangkut oleh suatu aliran (Gilbert, 1914).
b.
Kapasitas
aliran (stream capacity), yaitu muatan maksimal yang dapat diangkut oleh aliran
(Gilbert, 1914).
c.
Kompetensi
aliran (stream competence), yaitu kemampuan aliran untuk mentransport sedimen dalam
pengertian dimensi partikel (Twenhofel, 1950).
Traksi atau gaya gesek kritis juga dipengaruhi oleh
hidraulica lift, yaitu pengangkatan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
diatas dan dibawah aliran, diukur oleh kecepatan radien dekat dasar aliran.
Berdasarkan cara/gaya mengangkut partikel ini maka transport sedimen secara
massal terdapat sebagai berikut (Koesoemadinata, 1981):
a.
Rayapan permukaan (surface creep): menggelundung.
b.
Saltasi (rolling, skipping): meloncat dan meluncur.
c.
Suspensi.
Dari
segi muatan, maka ini dibagi menjadi:
a.
Bed load (surface creep dan saltasi)
b.
Suspended load (wash load)
Arus traksi yang berlangsung mengakibatkan terbentuknya
struktur sediment. Struktur sediment yang terbentuk sendiri terbagi menjadi
dua, yaitu:
1.
Rezim aliran
bawah (lower flow regim), yaitu gaya tarikan lebih berpengaruh.
Hal ini mengakibatkan :
a.
Terbentuk onggokan-onggokan dan scour
b.
Cara transport diseret dan jatuh bebas ke dalam scour.
- Struktur sedimen sangat ditentukan sebagai akibat dari
jatuhan partikel-pertikel kedalam lubang-lubang.
d.
Sudut kemiringan dari cross laminae adalah searah dengan
arah arus.
7.
Rezim aliran
atas (upper flow regime). Hal ini mengakibatkan:
a.
Onggokan-onggokan lebih disebabkan karena penumpukan pada
endapan-endapan yang lebih awal.
b.
Cara transport menerus, karena momentum air dan secara
massal.
c.
Struktur sedimen acretion
terbentuk pada punggung onggokan-onggokan.
d.
Kadang-kadang mengakibatkan terbentuknya :
·
Horizontal stratification (transition)
·
Low angle cross stratification < 100. Sudut
kemiringan berbanding terbalik dengan arah arus.
·
Imbricated pebbles
Dalam sistem traksi dan suspensi, maka sedimentasi terjadi
dari muatan suspensi dan muatan dasar, berselang-seling atau sering pula dalam kombinasi.
Kombinasi pengendapan traksi dan suspensi terutama terjadi di bagian bawah dari
lower flow regim.
3.5.7. Pembagian struktur sedimen menurut Pettijohn
1.
Struktur Sedimen Primer: Struktur pada batuan sedimen yang
terjadi pada saat proses sedimentasi sehingga dapat di gunakan untuk
mengidentifikasi mekanisme pengendapan.
2.
Struktur Sedimen Sekunder: struktur sedimen yang terjadi
pada batuan sedimen pada saat sebelum dan sesudah proses sedimentasi yang juga
dapat merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar permukaan, lereng,dan
kondisi permukaan.
3.
Struktur Sedimen organik: Struktur sedimen yang terbentuk
akibat dari proses organisme pada saat dan sesudah terjadi proses sedimentasi.
Struktur Sedimen Primer: Struktur pada batuan sedimen yang
terjadi pada saat proses sedimentasi
sehingga dapat di gunakan untuk mengidentifikasi mekanisme pengendapan.
Struktur Sedimen Sekunder
Struktur
sedimen yang terjadi pada batuan sedimen pada saat sebelum dan sesudah proses
sedimentasi yang juga dapat merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar
permukaan, lereng,dan kondisi permukaan. Struktur Erosional; terbentuk oleh
karena arus atau materi yang terbawa oleh arus. contoh : struktur Load Cast dan
struktur Flute Cast.
3.5.8. Batuan Sedimen Klastik
Batuan
sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis batuan atas dasar
ukuran butirnya. Batulempung adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya
ukuran lempung; batulanau adalah batuan sedimen klastik yang berukuran lanau;
batupasir adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya pasir, sedangkan
konglomerat dan breksi adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya mulai
dari lempung hingga bongkah. Konglomerat dan breksi dibedakan berdasarkan
perbedaan bentuk butirnya, dimana bentuk butir konglomerat membundar sedangkan
breksi memiliki bentuk butir yang menyudut. Klasifikasi ukuran butir yang
dipakai dalam pengelompokkan batuan sedimen klastik menggunakan klasifikasi
dari Wentworth seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 3-8.
Tabel 3-8
Skala Ukuran
Butir (Wenworth)
SKALA
WENWORTH
Tabel
dibawah adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Klastik (berdasarkan ukuran dan
bentuk butir) dan Batuan Sedimen Non-klastik (berdasarkan genesa
pembentukannya).
Tabel 3-9 Klasiikasi Batuan Sedimen Klastik
Batu gamping dan Batulempung |
Gambar
3-23 dua gambar di bawah bernama batugamping dan batulempung
3.5.9. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang
terbentuk dari proses kimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil
evaporasi dan batuan rijang sebagai proses kimiawi. Batuan sedimen non-klastik
dapat juga terbentuk sebagai hasil proses organik, seperti batugamping terumbu
yang berasal dari organisme yang telah mati atau batubara yang berasal dari sisa
tumbuhan yang terubah. Batuan ini terbentuk sebagai proses kimiawi, yaitu
material kimiawi yang larut dalam air (terutamanya air laut). Material ini
terendapkan karena proses kimiawi seperti proses penguapan membentuk kristal
garam, atau dengan bantuan proses biologi (seperti membesarnya cangkang oleh
organisme yang mengambil bahan kimia yang ada dalam air).
Dalam keadaan tertentu, proses yang terlibat sangat
kompleks, dan sukar untuk dibedakan antara bahan yang terbentuk hasil proses
kimia, atau proses biologi (yang juga melibatkan proses kimia secara tak
langsung). Jadi lebih sesuai dari kedua-dua jenis sedimen ini dimasukan dalam
satu kelas yang sama, yaitu sedimen endapan kimiawi / biokimia. Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah sedimen evaporit (evaporites),
karbonat (carbonates), batugamping
dan dolomit (limestones and dolostone),
serta batuan bersilika (siliceous rocks),
rijang (chert).
1. Batuan Sedimen Evaporit
Batuan evaporit atau sedimen evaporit terbentuk sebagai
hasil proses penguapan (evaporation) air laut. Proses penguapan air laut
menjadi uap mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia yang pada akhirnya akan
menghablur apabila hampir semua kandungan air manjadi uap. Proses pembentukan
garam dilakukan dengan cara ini. Proses penguapan ini memerlukan sinar matahari
yang cukup lama.
1. Batugaram (Rock salt) yang berupa halite (NaCl).
3. Travertine
yang terdiri dari calcium carbonate (CaCO3), merupakan
batuan karbonat. Batuan travertin umumnya terbentuk dalam gua batugamping dan
juga di kawasan air panas (hot springs).
Tabel 3-10 Klasifikasi Batuan
Non-Klastik
2. Batuan Sedimen Karbonat
Batuan sedimen karbonat terbentuk dari hasil proses kimiawi,
dan juga proses biokimia. Kelompok batuan karbonat antara lain adalah
batugamping dan dolomit.
a.
Mineral
utama pembentuk batuan karbonat adalah:
i. Kalsit
(Calcite) (CaCO3)
ii. Dolomit
(Dolomite) (CaMg(CO3)2)
b.
Nama-nama
batuan karbonat:
A)
Mikrit (Micrite) (microcrystalline limestone), berbutir
sangat halus, mempunyai warna kelabu cerah hingga gelap, tersusun dari lumpur
karbonat (lime mud) yang juga dikenali sebagai calcilutite.
B)
Batugamping oolitik (Oolitic limestone) batugamping yang
komponen utamanya terdiri dari bahan atau allokem oolit yang berbentuk bulat
C)
Batugamping berfosil (Fossiliferous limestone) merupakan
batuan karbonat hasil dari proses biokimia. Fosil yang terdiri dari bahan /
mineral kalsit atau dolomit merupakan bahan utama yang membentuk batuan ini.
D)
Kokina (Coquina) cangkang fosil yang tersimen
E)
Chalk terdiri dari kumpulan organisme planktonic seperti
coccolithophores; fizzes readily in acid
F)
Batugamping kristalin (Crystalline limestone)
G)
Travertine terbentuk dalam gua batugamping dan di daerah air
panas hasil dari proses kimia
H)
Batugamping intraklastik (intraclastic limestone), pelleted
limestone
3.Batuan
Sedimen Silika
Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan
ini terhasil dari proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan
organisme yang berkomposisi silika seperti diatomae, radiolaria dan sponges.
Kadang-kadang batuan karbonat dapat menjadi batuan bersilika apabila terjadi
reaksi kimia, dimana mineral silika mengganti kalsium karbonat. Kelompok batuan
silika adalah:
1)
Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak
bereaksi dengan asam. Berasal dari organisme planktonic yang dikenal dengan
diatoms (Diatomaceous Earth).
2)
Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan
terhadap proses lelehan, masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa
mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap. Rijang dapat terbentuk dari hasil
proses biologi (kelompok organisme bersilika, atau dapat juga dari proses
diagenesis batuan karbonat.
4.Batuan
Sedimen Organik
Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik
yang akhirnya mengeras menjadi batu. Contoh yang paling baik adalah batubara.
Serpihan daun dan batang tumbuhan yang tebal dalam suatu cekungan (biasanya
dikaitkan dengan lingkungan daratan), apabila mengalami tekanan yang tinggi
akan termampatkan, dan akhirnya berubah menjadi bahan hidrokarbon batubara.
Sumber : Djauhari Noor, 2012, Pengantar Geologi.
Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya
Jika teman-teman masih bingung cara download silahkan klik link di bawah ini (CATATAN : LANGSUNG KE LANGKAH NO.7):