KARAKTERISTIK BATUAN KARBONAT
Karakteristik Batuan Karbonat
Di dalam pembahasan karekteristik batuan
karbonat meliputu beberapa bagian, yaitu pengertian batuan karbonat,
mineralogi, tektur batuan karbonat dan tipe-tipe porositas pada batuan
karbonat.
Pengertian Batuan Karbonat
Batuan karbonat didefinisikan sebagai
batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50% dan tersusun atas
partikel karbonat klastik yang tersemenan atau karbonat kristalin hasil
presipitasi langsung (Reijer, 1986). Sedangkan batugamping itu sendiri adalah
batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95%, sehingga tidak semua batuan
karbonat merupakan batugamping (Reijer dan Hsu, 1986). Menurut Pettijohn
(1975), batuan karbonat adalah batuan yang jumlah fraksi karbonatnya lebih
besar dari fraksi non karbonat atau dengan kata lian fraksi karbonatnya
(>50%). Dalam prkateknya batuan karbonat adalah batugamping dan dolomit.
Batuan Karbonat
Analisi yang lebih rinci dari komposisi
kimia kristal karbonat yang diberikan oleh Reeder (1983) dan Tucker &
Wright (1990). Brikut di bawah ini merupakan mineral mineral penyususn batuan
karbonat ( Tabel 3.4).
Tabel 3.4.
Mineral- mineral penyusun batuan karbonat beserta sistem kristal, rumus kimia
dan keterdapatannya pada batuan (Reeder, 1983 dan Tucker & Wright ,1990
dalam Boggs, Jr., 2006).
3.1.1.
Tektur Batuan Karbonat
Batugamping memiliki komponen utama terdiri dari skeletal
grains/bioclas, non-skelteal grains, matrik dan semen.
1.
Skeletal
grains/bioclasts, merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat
yang terdiri dari seluruh pecahan dari fosil mikro atau fosil makro
2.
Non-skeletal
grains, merupakan butiran penyusun batuan karbonat yang bukan berasal
dari cangkang atau tubuh organisme yang telah mati, buti ran ini dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu :
a.
Ooid,
merupakan butiran yang terbentuk bulat sampai lonjong,
diameter berukuran 0,25-2,00
mm, dangan ini ditutupi oleh satu atau lebih stuktur lapisan kosentris dan menggelilingi inti. Sebuah batuan terdiri dominan dari ooid disebuat sebuah oolite.
b.
Pisoid,
merupakan sebuah partikel bulat kecil dangan struktur
internal laminasi kosentris, berukuran lebih besar dari 2 mm dan
c.
Intraclast,
merupkan sebuah fragmen dari masa kini, yaitu sedimen
kerbonat yang telah terkikis dan terendapkan kembali, umumnya di dekat
sumbernya dalam urutan pengedapan yang sama dimana ia terbentuk (Folk, 1959)
d.
Extraclas,
merupakan partikel butiran dari batuan yang pernah ada
sebelumnya terlitifikasi bersama sedimen karbonat (lithoclast) yang berasal dari luar pengendapan oleh arus
sedimentasi (Folk, 1959).
e.
Pellet,
merupakan butiran yang berukuran kecil (biasanya 0,03-0,3
mm), berbentuk bola sampai bulat telur, terdiri dari mikrit, dalam arti sempit
pelet adalah hasil; dari kotoran organisme invertebrata.
f.
Peloid,
merupakan allochem yang
berbentuk bulat, lonjong atau meruncing. Terbentuk dari mikrit dan tidak memiliki
struktur dalam. Peloid ini tidak menutup kemungkinan
adalah pellet, interklas yang tidak
jelas, ooid yang termikritkan atau
fragmen fosil.
3.
Matrik Karbonat
Merupakan lumpur karbonat yang setara dangan lempung dalam
batuan klastika asal darat (terrigenous),
sangat halus, dan berwarna gelap. Mikrokristalin kalsit atau yang sering
disebut mikrit memiliki ukuran diameter yang terdiri dari 1 sampai 4 μm dan
terbentuk sebagai endapan anorganik atau melalui pemecahan butiran karbonat
yang kasar.
4.
Semen Karbonat
Semen karbonat memiliki kenampakan yang jelas atau putih
bila dilihat dalam pengamatan PPL di bawah mikroskop polarisasi. Sparit
merupakan kristal kalsit yang berukuran 0,002-0,1 mm, dibedakan dari mikrit
oleh ukurannya yang besar dan kejelasan serta dari butiran karbonat oleh bentuk
kristal dan kurangnya tektur internal. Semen sparit juga memiliki beberapa
bentukan morfologi yang paling umum ditemukan pada batuan karbonat.
3.1.2.
Tipe – tipe Porositas Batuan Karbonat
Beberapa ahli geologi mencoba memberikan
klasifikasi mengenai tipe-tipe porositas batuan karbonat, salah satunya adalah
klasifikasi Chorquette dan Pray (1970) yang mencoba untuk menghubungkan ukuran
pori dan bentuk dangan kemas dari batuan karbonat tersebut.
Gambar 3.18 . Diagram klasifikasi utama dari tipe porositas fabric selective, not fabric selective, dan fabric selective or not (Chorquette dan Pray, 1970). |
1. Porositas
pada batuan karbonat sepenuhnya dikontrol oleh kemas batuan yang disebut
sebagai fabric selective dan dibagi
menjadi :
a. Interparticle, termasuk
dalam porositas primer dan merupakan pori- pori yang terdapat di antara
partikel, biasanya tidak mengalami sedimentasi dan dipengaruhi oleh sortasi,
kemas, dan ukuran butiran.
b. Intraparticle, merupakan pori-pori yang terdapat di dalam butiran
yang terbentuk sebagai porositas primer atau bisa terbentuk pada awal
diagenesis sebagai porositas sekunder.
c. Intercrystaline, merupakan
pori-pori yang terdapat diantara kristal- kristal yang relatif sama ukurannya
dan tumbuh karena adanya proses rekristalisasi atau dolimititasi.
d. Mouldic, merupakan
suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan fragmen dalam batuan.
Porositas ini dibentuk oleh perbedaan
tingkat kelarutan antara butiran dan struktur yang ada.
e. Fenestral, merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk pada lingkungan khusus seperti supratidal lavee akibat hilangnya
beberapa butiran penyusun batuan sehingga terbentuk rongga yang besar.
f. Shelter, merupakan
variasi dan porositas interparticle,
dimana adanya butiran yang terbentuk
lempeng, menjadi semacam
payung bagi area di
bawahnya, untuk melindungi dari pengisian sedimen yang mengendap.
g. Growth framework, merupakan
porositas yang terbentuk hasil dari pertumbuhan kerangka seperti kerangka
koral, yang mengakibatkan rongga yang diisi oleh koral menjadi terbuka.
2. Porositas batuan karbonat tidak
dipengaruhi atau dikontrol oleh kemas batuan, disebuat sebagai not fabric selective, yaitu porositas :
a. Fracture, merupakan
rongga yang bentukan rekahan, terbentuk akibat adanya tekanan luar, terjadi
setelah pengendapan. Berasosiasi dangan proses prelipatan, pensesaran dan kubah
garam. Terjadi pada batuan karbonat yang relatif brittle dan homogen, seperti kapur dan dolomit.
b. Vug, merupakan
porositas yang berbentuk lubang-lubang kecil akibat proses pelarutan, seperti gerowong.
c. Channel, merupakan
saluran antara rongga yang terbentuk akibat pelarutan, biasanya terbentuk dari open gabungan beberapa porositas tipe gerowong.
d. Cavern, merupakan
porositas yang terbentuk sebagai hasil dari pelarutan lubang yang bisa
membesar, sehingga dapat dimasuki manusia.
3.
Porositas batuan karbonat yang
dapat bersifat sebagai kedua-duanya, disebut sebagai fabric selective or not. Tipe porositas ini antara lain :
a. Breccia, merupakan
porositas yang terbentuk karena adanya proses retakan yang menyebabkan batuan
hancur menjadi bongkah-bongkah kecil dan terbentuklah pori-pori yang berada di antarannya.
b. Boring, adalah
porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas pemboran oleh organisme.
c. Burrow, adalah
porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas organisme seperti penggalian.
d. Shrinkage, terbentuk
hasil penciutan, dimana sedimen yang telah terendapkan menjadi kecil dan
menciut, sehingga terjadi rekahan- rekahan yang dapat menimbulkan pori.
3.1.3.
Klasifikasi Batuan Karbonat
Klasifikasi untuk batuan karbonat menurut para ahli batuan
karbonat salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Dunham (1962).
3.3.5.1. Klasifikasi
Dunham (1962)
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan
pada tektur pengendapan dari batugamping karena dalam sayatan tipis tektur
pengendapan merupakan aspek yang tetap. Menurut Dunham (1962) bahwa tektur
batugamping atau batuan karbonat dapat menggambarkann ganesa pembentukannya,
sehingga klasifikasi ini dianggap mempunyai tipe genetik dan dan bukan
deskriptif. Dasar yang dipakai oleh Dunham (1962) untuk menentukan tingkat
energi adalah fabrik batuan yang mana terdapat empat kelompok dalam klasifikasi
ini, yaitu berdasarkan atas kehadiran lumpur karbonat, kandungan butiran,
komponen yang terkait dan kristalin.
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki
kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya adalah tidak perlu menentuakan jenis
butiran dangan rinci karena tidak menentukan dasar penamaan batuan.
Kesulitannya adalah di dalam sayatan
petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat
jelas karena di dalam sayatan tipis hanya memperlihatkan kenampakan dua
dimensi, oleh karena itu sebelum memberikan pendeskrifsian harus bisa
membayangkan bagaimana bentukan tiga dimensi batuannya agar tidak salah tafsir.
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat dipakai untuk menentuakan tingkat
diagenesis apabila sparit dapat dangan jelas dideskripsi.
Gambar 3.19. Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan kehadiran lumpur dan butiran (Dunham.,1962). |